JAKARTA – Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan menjelaskan pembentukan Task Force Media Sustainability pada awal tahun 2020 oleh Dewan Pers merupakan upaya mencari solusi atas sulitnya keberlanjutan usaha perusahaan media yang mengusung jurnalisme berkualitas. Sehingga masa depan jurnalisme berkualitas menjadi terancam karena banyak perusahaan media yang mengusungnya gulung tikar.
“Media Sustainability Task Force sudah dibentuk awal tahun 2020. Satgas itu dibentuk untuk mencari solusi atas masa depan jurnalisme berkualitas,” kata Herik melalui keterangan tertulisnya, Jumat, (17/2/2023).
Herik menambahkan salah satu tugas Task Force adalah menyusun draft regulasi terkait tanggung jawab platform untuk jurnalisme berkualitas. Selain itu juga dilakukan diskusi dengan berbagi stake holder seperti Telkom yang membahas kemungkinan membangun platform digital nasional. Gagasan ini match dengan gagasan Telkom yang kemudian membangun TADEX
“Pengusulan draft regulasi hanya salah satu dari output Satgas. Lainnya adalah diskusi dengan berbagai stake holder. Termasuk diskusi dengan Telkom. Adapun permintaan Presiden Joko Widodo di Banjarmasin dan Kendari agar disusun draft regulasi justru untuk menanggapi permintaan Task Force Media Sustainability. Bukan sebaliknya,” terang Ketua Umum IJTI.
Catatan lain, awalnya draft naskah akademik yang diusulkan untuk perpres berbunyi Jurnalisme Berkualitas dan Tanggung Jawab Platform. Namun dalam konsinyering di Bandung diubah menjadi Tanggung Jawab Platform untuk Jurnalisme Berkualitas. Usulan ini disampaikan oleh salah satu anggota Task Force perwakilan IJTI kala itu Imam Wahyudi. Mengapa IJTI memberikan usulan itu karena soal jurnalisme berkualitas bukan menjadi wilayahnya Perpres. Adapun yang menjadi fokus dalam perpers adalah bagimana mengantur tanggung jawab perusahaan platform.
Setidaknya ada dua tanggung jawab dari perusahaan platform, pertama tanggung jawab bagi hasil dan bagi data yang yang adil terhadap publisher yang kontennya mereka gunakan. Kedua tanggung jawab untuk menyisir dan menghilangkan konten buruk yang diklaim sebagai produk jurnalistik dari platform.
IJTI sendiri memandang penting penempatan frasa tanggung jawab perusahaan platform di depan, karena perpres akan memberikan tekanan bahwa tanggung jawab perusahaan platform adalah variabel independennya.
Berikutnya adalah soal lembaga yang mengatur, apakah di bawah Dewan Pers atau di luar Dewan Pers. IJTI berpandangan, lembaga di bawah Dewan Pers lebih bisa menjamin bahwa tujuan regulasi ini adalah untuk jurnalisme berkualitas, bukan semata aspek kesehatan bisnis media melalui kerjasama yang adil dengan platform.
“Artinya persyaratan bargaining dll benar-benar mengacu pada kualitas produk jurnalisme yang dihasilkan media serta perusahaan platform mesti bertanggung jawab untuk mengatur dan menghilangkan produk “jurnalisme” buruk yang muncul di platform digital. Ini untuk memastikan media yang berisi produk “jurnalisme” buruk tidak mendapatkan revenue dari platform.” tambah Herik.
Herik juga menggarisbawahi jika lembaga yang mengatur mengenai tanggung jawab platform di bawah Dewan Pers maka harus jelas pola rekrutmen serta pendanaannya.***
Discussion about this post