JAKARTA – Kemajuan teknologi dikhawatirkan berdampak pada kekacauan informasi jelang pilkada yang akan berlangsung, November mendatang. Penyebaran disinformasi seperti video deepfake dengan mudah menyebar dan memiliki kualitas gambar yang bagus. Kondisi tersebut harus diantisipasi, agar kekacauan informasi yang terjadi dalam Pemilu kemarin tidak terulang kembali.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria, mengatakan, salah satu cara menangkal penyebaran disinformasi tersebut dengan memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Pemanfaatan AI dalam jurnalisme menurut Nezar akan memudahkan dalam menyaring informasi yang akan disampaikan ke masyarakat. “Artificial Intelligence bisa untuk pengecekan fakta dan analisa disinformasi,” katanya. Selain pengecekan fakta dan analisa disinformasi, teknologi AI dalam Jurnalisme juga bisa digunakan untuk personalisasi dan otomatisasi konten, peringkasan dan penyusunan teks dan chatbot untuk interview dan survei publik.
Nezar mengatakan, media nasional bisa menerapkan model bisnis multiplatform dengan menyajikaN berita dibeberapa platform konten sekaligus. Kedua, menghadirkan konten show jurnalism yang fokus pada konten berita mendalam, spesifik dan menarik. Ketiga, diversifikasi dan penyajian konten berkualitas melalui skema digital subscription. Dan terakhir, pemanfaatan teknologi terkini seperti Artifcial Intelligence dalam kegiatan jurnalistik seperti pembuatan konten berita dan penerjemahan berita. Nezar menyampaikan hal tersebut dalam sambutannya di acara Konsolidasi Nasional Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) yang berlangsung di Hotel Peninsula, Jakarta, Jumat (13/9).
Konsolidasi Nasional, yang mengambil tema Eksistensi TV Berita dan Kemerdekaan Pers di Era AI, digelar dalam rangka memperingati hari jadi IJTI yang ke 26 tahun. Selain Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, hadir dalam acara tersebut Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, Karo Penmas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, dan Pemimpin redaksi dari sejumlah stasiun televisi serta perwakilan pengurus IJTI dari seluruh provinsi.
Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan mengatakan, teknologi kecerdasan buatan bisa memberi manfaat dan juga bisa menjadi ancaman. “Bisa memudahkan juga bisa mengancam, dan jurnalis televisi harus bisa mengantisipasi ancaman tersebut,” katanya. Salah satu cara mengantisipasinya dengan menggelar Konsolidasi Nasional. “Kita akan menyerap banyak ilmu dari narasumber yang kita hadirkan untuk menambah pengetahuan tentang teknologi AI,” katanya menambahkan.
Sementara Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengapresiasi tema yang dipilih IJTI dalam kegiatan Konsolidasi Nasional. “Teknologi buatan sudah banyak yang digunakan untuk memanipulasi informasi,” katanya. Tema tersebut menurutnya, menunjukan IJTI sudah semakin maju menyikapi perkembangan jaman. “ Usia 26 tahun semakin mengukuhkan partisipasinya dalam mewujudkan kemerdakaan pers,” katanya menambahkan.
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) merupakan organisasi bagi jurnalis televisi yang didirikan 9 Agustus 1998. IJTI lahir pada era reformasi, yang diinisiasi sejumlah jurnalis televisi dari berbagai stasiun televisi. Kongres Pertama digelar di Hotel Peninsula, yang saat ini menjadi tempat diselenggarakannya Konsolidasi Nasional 26 tahun IJTI.
Discussion about this post